Dana Moneter Dunia (IMF) mengakui ketahanan ekonomi Indonesia telah teruji. Direktur Pelaksana IMF Kristaliana Georgieva menyebut, Indonesia dalam situasi yang lebih baik. Indonesia disebut mampu menghadapi kondisi ekonomi global yang makin menantang dengan inflasi tinggi serta kenaikan harga pangan dan energi.
Kristaliana saat bertemu Presiden Joko Widodo (Jokowi), mengatakan, ketahanan tersebut dilihat dari berbagai indikator ekonomi, seperti pertumbuhan ekonomi, inflasi, nilai tukar, neraca pembayaran, fiskal, dan moneter. Tenaga Ahli Kantor Staf Presiden Edy Priyono menegaskan, keberhasilan Indonesia menjaga daya tahan ekonomi pada masa pandemi dan ketidakpastian global, tidak terlepas dari jurus gas dan rem Presiden Jokowi. Ia mengatakan, sejak awal Jokowi sangat sangat konsisten menjaga keseimbangan antara aspek kesehatan dan ekonomi dalam penanganan Covid 19, dengan pendekatan kebijakan gas dan rem. Meski di awal banyak dikritik, namun strategi tersebut telah berhasil membawa ekonomi Indonesia pulih dan tumbuh. Tercatat, pertumbuhan ekonomi pada triwulan I 2022, sebesar 5,01 persen (year on year).
“Sekarang terbukti bahwa strategi gas dan rem Presiden Jokowi hasilnya sangat baik. Tidak hanya pada penanganan pandemi tapi juga pemulihan ekonominya,” kata Edy dalam keterangannya, Selasa (19/7). Menurut Edy, pemerintah juga sangat konsisten dalam mengendalikan inflasi. Meski per Juni 2022, angka inflasi relatif tinggi dari biasanya, yakni mencapai 4,35 % year on year), namun jika dibandingkan dengan banyak negara lain angka tersebut relatif sangat baik. Pengendalian inflasi, terang Edy, dilakukan dari dua sisi. Yakni, kebijakan moneter dan kebijakan fiskal. Bank Indonesia (BI) yang berwenang dalam kebijakan moneter, sampai saat ini masih mempertahankan suku bunga acuan. Namun di sisi lain, BI menaikkan Giro Wajib Minumum (GWM) agar jumlah uang beredar tidak terlalu besar, sehingga inflasi lebih terkendali.
Sementara dari sisi fiskal, pemerintah berusaha sekuat tenaga mempertahankan harga pangan dan energi di tengah gejolak pasar global. Caranya, dengan menambah anggaran subsidi dan kompensasi untuk energi, baik BBM, listrik, dan LPG. “Karena kita tahu bahwa kenaikan harga BBM dan gas bersubsidi akan bisa memicu kenaikan harga berbagai barang dan jasa yang berimplikasi pada angka inflasi yang lebih tinggi lagi,” jelas Edy. Pemerintah juga konsisten melaksanakan program perlindungan social untuk menjaga daya beli kelompok kurang mampu di tengah kecenderungan kenaikan harga barang dan jasa,.
Edy juga mengatakan, pemerintah pun berusaha keras menurunkan angka pengangguran, baik melalui pertumbuhan ekonomi atau melaksanakan berbagai pelatihan untuk memberikan bekal kepada calon pekerja. Sejauh ini, ujar dia, pertumbuhan ekonomi mampu menurunkan angka pengangguran dari 6,49 % per Agustus 2021, menjadi 5,83 % per Februari 2022. “Memang belum sepenuhnya kembali ke kondisi sebelum pandemi, yakni 5,28 % per Agustus 2019,” imbuhnya.